300 Miliar Raib dalam Hitungan Menit, Polri Soroti Ancaman Kejahatan Keuangan Berbasis Blockchain


Lembang — Perkembangan teknologi digital menghadirkan tantangan baru bagi penegakan hukum di Indonesia. Kejahatan tidak lagi selalu muncul dalam bentuk konvensional, melainkan bergerak cepat melalui sistem teknologi finansial. Hilangnya aset digital senilai Rp300 miliar dalam waktu hanya 14 menit menjadi gambaran nyata ancaman kejahatan keuangan berbasis blockchain yang kini dihadapi negara. Jum'at (19/12/2025)


Kasus tersebut terjadi pada 11 November 2024 dan melibatkan peretasan terhadap sebuah platform aset kripto domestik. Tanpa kekerasan fisik dan tanpa perpindahan barang secara nyata, dana digital berpindah lintas jaringan blockchain hingga akhirnya sulit dilacak oleh aparat penegak hukum.


Dalam peristiwa tersebut, pelaku diduga beroperasi dari luar negeri dengan memanfaatkan infrastruktur teknologi lintas yurisdiksi. Server, dompet digital, dan jalur transaksi tersebar di beberapa negara, sehingga menyulitkan proses penelusuran dan penindakan secara cepat.


Dana hasil kejahatan dilaporkan dialihkan melalui sejumlah jaringan blockchain, kemudian dilewatkan ke layanan mixer sebelum akhirnya masuk ke Virtual Asset Service Provider (VASP) di luar negeri. Ketika mekanisme kerja sama hukum internasional diajukan, aset digital tersebut sudah tidak lagi berada dalam jangkauan penegakan hukum.


Fenomena ini menjadi perhatian serius dalam Naskah Strategi Perorangan (NASTRAP) Polri karya Kombes Pol Dr. M. Arsal Sahban. Dalam kajiannya, Arsal menegaskan bahwa Polri kini berhadapan dengan bentuk kejahatan baru yang tidak sekadar masuk kategori cybercrime, melainkan cyber dependent financial crime yang berpotensi mengganggu stabilitas keuangan negara.


Menurut Arsal, kejahatan berbasis blockchain memiliki karakteristik cepat, anonim, dan lintas batas negara, sehingga pendekatan konvensional dalam penegakan hukum tidak lagi memadai. Diperlukan perubahan paradigma serta peningkatan kapasitas institusi untuk merespons dinamika ancaman tersebut.


Kajian ini juga menyoroti sejumlah kasus global sebagai pembelajaran, salah satunya peretasan Ronin Bridge milik Axie Infinity pada 2022 yang menimbulkan kerugian triliunan rupiah dan hingga kini belum sepenuhnya terungkap. Hal tersebut menunjukkan bahwa kejahatan aset digital merupakan persoalan global yang kompleks.


Selain itu, Arsal mengangkat kasus Worldcoin yang memperlihatkan tantangan regulasi dan penegakan hukum terkait pengelolaan data biometrik dan konversinya ke dalam aset digital. Ketiadaan dasar hukum pidana yang kuat dinilai dapat membuka celah risiko bagi kepentingan nasional.


NASTRAP tersebut dipresentasikan pada 3 Desember 2025 dan kembali diseleksi pada 4 Desember 2025 di hadapan Kasespim Polri bersama peserta terbaik dari berbagai kelompok uji. Proses tersebut menempatkan karya Arsal sebagai NASTRAP terbaik pada pendidikan strategis Polri tahun ajaran 2025.


Atas gagasan strategis dan kebaruan pemikirannya, NASTRAP karya Kombes Pol Dr. M. Arsal Sahban dianugerahi Penghargaan Sanyata Sumanasa Wira Aksara Utama (Novelty). Penghargaan ini diberikan karena dinilai menghadirkan perspektif baru dan relevan bagi penguatan peran Polri di era teknologi finansial.


Penganugerahan tersebut dilakukan pada Yudisium 16 Desember 2025, yang sekaligus menandai berakhirnya rangkaian pendidikan pembentukan kepemimpinan strategis di lingkungan Polri. Kajian ini diharapkan menjadi rujukan penting dalam merumuskan kebijakan dan strategi Polri menghadapi kejahatan keuangan modern berbasis teknologi. (*)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler